Minggu, 05 Desember 2010

Musyarakah

A.Pengertian Musyarakah
Menurut Ali Ash-Shabuni (1995: 122), peraturan yang harus diikuti dalam ilmu waris perihal membagi harta waris adalah terlebih dahulu membagikan harta waris kepada golongan ashabah.1
Adapun masalah musyarakah sesungguhnya telah keluar atau menyalahi peraturan dari asas kewarisan yang pokok, pertama, ashhabul furudh mengambil bagiannya dan sisanya diambil oleh golongan ashabah, yang dalam masalah ini dikhususkan untuk laki-laki. Mengenai masalah musyarakah, kalangan para sahabat, tabiin, dan para imim mujtahid berbeda pendapat. Gambaran masalahnya adalah sebagai berikut.2
Seorang istri meningggal dunia dengan ahli waris suami, ibu, dua orang saudara seibu atau lebih, dan seorang saudara laki-laki sekandung. Suami mendapat seper dua, ibu mendapat seperenam, dua orang saudara seibu mendapat sepertiga, sedangkan bagi ashabah tidak mendapat apa-apa, yaitu saeorang atau beberapa orang saudara laki-laki sekandung. Padahal, hubungan kekerabatan mereka dengan si pewaris lebih kuat. Hubungan si pewaris dengan saudara se ibu hanya dipertalikan melalui ibu, tetapi hubungan kekerabatan si pewaris dengan saudara sekandung selain dihubungan dengan ibu, juga diperkuat dengan hubungan dari pihak ayah. Dalam kedudukan seperti ini, lalu memperhatikan Al-Qur’an dan Sunnah, para sahabat berkesimpulan bahwa mereka dipersekutukan dengan saudara seibu dalam mewarisi bagian sepertiga, dan mereka semua dianggap sebagai saudara seibu yang mendapat bagian sama rata antara laki-laki dan perempuan.3
Berkenaan dengan kasus tersebut, dikalangan para sahabat timbul perbedaan pendapat, demikian juga dikalangan fuqaha, yang pada prinsipnya terbagi dalam dua pendapat.
1.Abu Bakar r.a., Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas r.a., dan para sahabat lainnya memilih menggugurkan kewarisan saudara sekandung, sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Pendapat ini menjadi anutan madzhab Hanafiyah dan Hanabilah.
2.pendapat Zaid bin Tsabil r.a., Utsman r.a., dan Ibnu Mas’ud r.a. Mereka memilih kewarisan saudara sekandung berserikat dengan saudara seibu. Pendapat ini menjadi anutan madzhab Malikiyah dan Syafi’iyah. Umar r.a. pun menghukumi dengan memakai pendapat ini, dan pendapat inilah yang diberlakukan oleh para hakim agama.4
Dalam kitab Ruhbiyyah yang dinamakan musyarakah, yaitu apabila seorang suami dari ibu menerima warisan, saudara seibu memperoleh sepertiga, ada saudara laki-laki sekandung, dan harta waris dihabiskan oleh ashhabul furudh. Mereka semua dipandang seakan-akan saudara seibu, sedangkan pertalian mereka dengan ayah mereka tidak perlu diperhatikan.5
Musyarakah atau Musytarakah artinya yang disekutukan (digabungkan), dan disebut juga Musyarikah, yang menyekutukan (menggabungkan), sebab saudara seibu sebapak (kandung) bersekutu atau menyekutukan diri dengan saudara seibu. Membagi sepertiga dari harta warisan kepada saudara-saudaranya secara merata.6
B.Syarat-syarat Terjadinya Musyarakah
Kemungkinan, masalah musyarakah itu banyak sekali namun musyarakah harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.Saudara seibu harus dua orang atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan.
b.Berserikatnya saudara-saudara seibu harus saudara sekandung. Apabila berserikatnya dengan saudara laki-laki seayah, kewarisan saudara laki-laki seayah menjadi gugur, baik ia seorang atau lebih.
c.Saudara sekandung harus terdiri atas laki-laki sebab jika perempuan, ia mewarisinya dengan jalan ashhabul furudh (mengambil bagian yang telah ditentukan) dan asal masalahnya menjadi ’aul dan musyarakah menjadi gugur. Sebagai mana kewarisan Banul A’yan, Banul ’Allat, dan Banul Akhyaf gugur dengan adanya anak laki-laki, cucu laki-kali dari anak laki-laki, dan ayah menurut kesepakatan ulama. Menurut Abu Hanafiah, mereka pun gugur dengan adanya kakaek dari ayah. (Alasan Abu Hanafiah) sebagai mana gugurnya Banul Akhyaf oleh anak perempuan dan cucu perempuan dari anak laki-laki atau turunanya kebawah, sedangkan menurut tiga serangkai imam, tidak gugur.
Banul A’yan adalah saudara laki-laki dan saudara perempuan sekandung. Banul ’Allat adalah saudara laki-laki dan saudara perempuan seayah. Banul Akhyaf ialah saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu.
Bagian waris Banul Akhyaf (saudara-saudara laki-laki dan saudara-saudara perempuan seibu) sama besarnya. Bagian laki-laki separti bagian perempuan, tidsak boleh dua kali lipat, berdasarkan firman Allah SWT.
Mereka (saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu) bersama-sama dalam bagian sepertiga. (Q.S An-Nisa: 12).7
C.Penyelesaian Kasus Musyarakah
Musyarakah adalah metode penyelesaian kasus ketika saudara laki-laki kandung sebagai asabah tidak memperoleh sisa harta karena habis dibagi oleh ahli waris lain, padahal diantara ahli waris tersebut ada saudara-saudara seibu ( akhu Li Um) yang mendapat saham sesuai ketentuan, seperti berkumpulnya ahli waris yang terdiri dari suami, ibu, 2 orang saudara laki-laki seibu dan seorang saudara laki-laki kandung.8
Untuk menyelesaikan masalah musyarkah, perhatikan contoh berikut:
Seorang meninggal, ahli warisnya terdiri atas suami, ibu, 2 saudari perempuan seibu, 2 saudara laki-laki seibu, dan 5 saudara laki-laki seibu seayah.
Dalam kasus tersebut, fard masing-masing adalah:
Suami 1/2
Ibu 1/6(ada saudara lebih dari seorang)
2 Sdri. Pr. Seibu
2 Sdr. Lk. Seibu } 4= 1/3 (karena lebih dari seorang)
5 Sdr. Lk. Seibu-seayah Ashabah binafsih
Kalau didasarkan pembagian secara biasa, hasilnya adalah sebagai berikut:
Ahli waris Fard Asal Masalah: 6 shamnya
Suami 1/2 1/2 x 6 = 3
Ibu 1/6 1/6 x 6 = 1
2 Sdri. Pr. Seibu
2 Sdr. Lk. Seibu } 1/3 1/3 x 6 = 2
5 Sdr. Lk. Seibu-seayah Ashabah binafsih = (habis).9
Dari penyelesaian di atas, tampak terlihat bahwa saudara seibu memperoleh warisan, sedangkan saudara laki-laki seibu seayah tidak memperoleh bagian karena tidak ada sisa pembagian.10
Penyelesaian kasus seperti ini tentu merupakan suatu kejanggalan karena ahli waris yang hanya merupakan saudara seibu mendapat bagian, sedangkan saudara yang seibu dan seayah tidak memperoleh bagian sama sekali.11
Untuk mengatasai persoalan ini, dibagilah harta warisan secara khusus, yaitu musyarikatkan seluruh saudara, antara saudara seibu dan saudara laki-laki seibu-seayah. Dalam hal ini, saudara laki-laki seibu dan seayah digabungkan tanpa dibedakan antar laki-laki dan perempuan, sebab ahli waris saudara seibu, tidak dibedakan lagi antara laki-laki dan perempuan.12
Dengan demikian, penyelsaian masalah musyarakah ini adalah sebagai berikut:
Ahli waris Fard Asal Masalah: (x 9) Tashih
6 sahamnya Masalah = 54
Suami 1/2 1/2 x 6 = 3 3 x 9 = 27
Ibu 1/6 1/6 x 6 = 1 1 x 9 = 9
2 Sdr. Pr. Seibu
2 Sdr. Lk. Seibu }1/3 1/3 x 6 = 2 (x 9) 9 x 2 = 18
5 Sdr. Lk Seibu-seayah
Mencari sah masalah (tashih):
Jumlah Adadur ruus: saham = 18 : 2 = 9 (tabayun)
Tashih masalah: 6 x 9 = 54
Hasil akhirnya adalah:
Suami memperoleh : 27/54 = 1/2 dari harta warisan
Ibu memperoleh : 9/54 = 1/6 dari harta warisan
Sembilan saudara memperoleh : 18/54 = 1/3 dari harta warisan
Satu saudara memperoleh : 1/27 dari harta warisan.13
--------------------------------
1.Beni Ahmad Saebani, Fiqh Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 335
2.Ibid,
3.Ibid, hal. 335-336
4.Ibid, hal. 336
5.Ibid, hal. 337
6.http://www.google.com/search?hl=id&q=musyarakah+dalam+hukum+kewarisan&btnG=Telusuri&lr=&aq=f&oq
7.Beni Ahmad Saebani, , Fiqh Mawaris,( Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 338
8.http://www.google.com/search?hl=id&q=musyarakah+dalam+hukum+kewarisan&btnG=Telusuri&lr=&aq=f&oq
9.Dian Khirul Umam, Fiqih Mawaris,( Bandung: Pustaka Setia, 1999) hal.194-195
10.Ibid, hal. 195
11.Ibid,
12.Ibid, hal. 196
13.Ibid,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar