Senin, 06 Desember 2010

Pengaruh Perceraian Terhadap Pengasuhan Anak Menurut UU

Undang-undang perkawinan mengatur kewajiban orang tua terhadap anak menyangkut beberapa hal yaitu pemeliharaan dan pendidikan, bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka dengan baik.1 
Bila terjadi pemutusan perkawinan karena perceraian, baik ibu maupun bapak tetap berkewajiban memelihara dan medidik anak-anaknya semata-mata demi kepentingan si anak, jika terjadi perselisihan antara suami istri menenai penguasaan anak-anak mereka, pengadilan akan memutuskan tentang siapa yang akan menguasai anak tersebut.2
A.Menurut UU 1/1974
Menurut UU 1/1974 akibat-akibat putusnya perkawinan karena perceraian diatur dalam pasal 41 yang berbunyi: akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a.Baik ibu atau bapak tetap barkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan memberi keputusannya.
b.Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
c.Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya-biaya penghidupan dan/ menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.3
Menyangkut kewajiban orang tua terhadap anak dimuat dalam bab X mulai pasal 45-49.4
Ketentuan dalam UU perkawinan tersebut di atas adalah sejalan dengan ketentuan dalam hukum islam yang berdasarkan bahwa kewajiban memelihara dan mendidik anak adalah tanggung jawab bersamayang harus dilaksanakanoleh ibu dan ayah.5
Dari ketentuan tersebut, meskipun perkawinan telah bubar, baik ayah maupun ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka, semata-mata kepentingan anak. Dalam menjalankan perwalian orang tua dituntut untuk tidak melalaikan kewajibannya dan harus berkelakuan baik. Jika tidak demikian, maka kekuasaan perwalian dapat dicabut dan di samping itu masih tetap harus memberikan biaya pemeliharaan terhadap anak.
Meskipun sudah tidak ada ikatan perkawinan lagi antara bekas suami istri, bila ternyata bekas istri tidak mampu, maka pengadilan dapat mewajibkan pada bekas suami untuk memberi biaya penghidupan kepada bekas istri (pasal 41 sub c). Dengan ketentuan tersebut kiranya pembentuk undang-undang bermaksud agar bekas istri tidak akan terlantar kehidupannya setelah menjadi janda, di samping bahwa suami yang bermaksud akan menceraikan istrinya harus berpikir masak-masak akan akibat-akibatnyayang mungkin timbul dikemudian hari.6
B.Menurut KHI
Dalam KHI diatur pada bab XIV tentang pemeliharaan anak dari pasal 98-106, dan yang mengatur masalah kewajiban pemeliharaan anak jika terjadi perceraian hanya terdapat dalam pasal 105.
Pasal 105 berbunyi:
Dalam hal terjadinya perceraian:
a.Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.
b.Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah dan ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya.
c.Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.7
Dalam bab XVII tentang akibat putusnya perkawinan bagian ketiga tentang akibat perceraian dalam pasal 156 dijelaskan akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah:
a.Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh:
1.Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu
2.Ayah
3.Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah
4.Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan
5.Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu
6.Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
b.Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya.
c.Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula.
d.Semua biaya hadhanah dan nafakah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).
e.Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah adan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), (c) dan (d).
f.Pengadila dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak urut padanya.8
C.Menurut Fiqih
Dalam islam pemeliharaan anak disebut hadhanah. Para Ulam fiqih sepakat bahwasanya hukum hadanah, mendidik dan merawat anak wajib. Tetapi berbeda dalam hal, apakah hadahanah ini menjadi hak orang tua (terutama ibu) atau hak anak. Ulama mazhab Hanafi dan maliki berpendapat bahwa hak hadhanah itu menjadi hak ibu sehingga ia dapat saja menggurkan haknya. Tetapi menurut jumhur Ulama, hadhanah itu menjadi hak bersama antara orang tua dan anak.9
Pemeliharaan anak mengadung arti sebuah tanggung jawab orang tua untuk mengawasi, memberi pelayanan yang semestinya serta mencukupi kebutuhan hidup dari seorang anak oleh orang tua. Tanggung jawab pemeliharaan berupa pengawasan dan pelayanan serta pencukupan nafkah anak sampai mencapai batas umur dan mampu berdiri sendiri.
Sedangkan yang dimaksud pendidikan adalah tanggung jawab orang tua untuk memberikan pendidikan dan pengajaran yang memungkinkan anak tersebut menjadi mausia yang mempunyai kemampuan hidup yang dibekali dengan kemampuan dan kecakapan sesuai dengan pembawaan bakat anak tersebut yang akan dikembangkan di tengah masyarakat sebagai sebagai landasan hidup setelah ia lepas dari tanggung jawab orang tua.10
Bila terjadi pemutusan perkawinan karena perceraian baik ibu maupun bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya semata-mata untuk kepentingan anak.11 Persoalannya jika terjadi perceraian siapakah yang berhak untuk memelihara si anak. Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud ada peristiwa, seorang wanita menghadap Rasulullah dan berkata:
Ya Rasulullah bahwasanya anakku ini perutkulah yang mengandungnya, asuhankulah yang mengawasinya, dan air susukulah minumannya. Bapaknya hendak mengambilnya dariku, maka Rasulullah bersabda, engkau lebih berhak memelihara anak itu, selama engkau belum menikah dengan lelaki lain.
Alasan pemeliharaan anak pada pihak ibu selama anak belum baligh dan belum menikah dengan lelaki lain dinyatakan oleh Abu Bakar Siddiq sebagai berikut: “Ibu lebih cenderung (sabar) kepada anak, lebih halus, lebih pemurah, lebih penyantun, lebih baik dan lebih penyayang. Ia lebih berhak atas anaknya”12
----------------------------
1.Sudarsono, Hukum Pekawinan Nasional, (Jakarta; Rineka Cipta, 1991), hal. 188
2.Bahder Johan Nasution & Sri Warjiati, Hukum Perdata Islam, (Bandung; CV. Mandar Maju, 1997), hal. 35
3.Soetojo P, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia, (Bandung; Airlangga University, 1994), hal. 121
4.Amir Nuruddin & azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta; kencana, 2004), hal. 299
5.Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan UU Perkawinan, (Yogyakarta; Liberty, 1997), hal. 127
6.Soetojo P, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia, hal. 122
7.Undang-undang Perkawinan Indonesia 2007, (WIPRESS, 2007), hal. 202
8.Ibid, hal. 216-217
9.Amir Nuruddin & azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, hal. 293
10.M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan; Zahir Trading, 1975), hal. 204-206
11.J. Prins, Tentang Hukum perkawinan di Indonesia, (Jakarta; Ghalia Indonesia, 1982), hal. 75
12.Amir Nuruddin & azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, hal. 296-297


Tidak ada komentar:

Posting Komentar